Pages

10/06/2009

Puisi: S. Daulay




Sumber gambar: Roy Manu Leveran

10/05/2009

Dan Tuhan Memanggil 3

dalam catatan usang sejarah
dihias kemegahan pagar candi
kutelusuri dengan hati
dengung doa bapak tua:
amitabha
amitabha
amitabha


vihara lama tak berpenghuni
jejaring laba membungkus dupa pujapuja
aku terdiam melepas lelah
di depan arca berselimut lumut
bersandar bebatuan yang disebut dewa

dan tuhan memanggil
lewat syairsyair (yang merdu kudengar):
amitabha
amitabha
amitabha

memandikan hati yang lemah
dengan sajian dupa ruparupa

    Tangerang, Juli-Agustus 2008


* Catatan:
Apabila ilustrasi gambar dianggap mengganggu, melanggar/menyepelekan individu, badan, lembaga atau instansi tertentu, harap hubungi melalui KONTAK yang ada, agar segera diperbaiki (dihapus/diubah) oleh Admin

10/04/2009

Dan Tuhan Memanggil 2


malam terbelah sinar fajar mulia; pandang menatap jendela menyapu kabut. rerumputan seakan berat menahan embun; jejakjejak pembuka hari melangkah dari gerbang buram menyambut pagi.

dan, pagi indah dalam hembusan nafas baru; lukisan kucuran liur mengeras di lekukan bibir purba. kerakkerak yang menjejak pada perasa bagai kacakaca yang retak. sesaat, aku tersentak. ketika cermin tua di sudut ruang rebah balik menampakkan wajah hujat, umpat dan kesumat dalam retakan kaca.

dan Tuhan pun memanggil dalam diam yang terbenam. dentang lonceng ujung menara, merayu di akhir minggu: dalam sabat yang suci.

semoga mendapat jawab atas potret segala pantulan!

    Pamulang, 15-24 Juli 2008

10/03/2009

Dan Tuhan Memanggil 1


panas siang, diamdiam mengendap menjemput senja. menarik turun cahaya jingga. mengubur mentari di ujung barat cakrawala. mengajak jutaan mata memupus lelah di tempat keteduhan. bersama para malaikat dalam kemegahan surga dunia. dan Tuhan pun memanggil, dengan bisikan lembut suara di puncak kubah. membaringkan hati lelah dengan sayapsayap doa.

    Banten, Juli 2008

9/04/2009

Kutuk di Ambang Batas


Sumber: Harian Online Kabar Indonesia, 16 Februari 2009

Kutuk di Ambang Batas
--- sepenggal cerita bagi mimpi gaza

ada suara tangis pecah di negeri terjajah;
kubayangkan aku turut di dalamnya
maka, berlarilah!
temukan perlindungan,
agar aman meski ketakutan
dan bersama kami menggigil,
dalam kotak persembunyian

matahari seakan berdiam diri
meratapi malam yang tiada berganti
meski terangnya menuntun jalan melewati batas
namun, asap dentuman meriam membungkus perbatasan
kami tak paham melangkah
berlari atau berpasrah diri?
bahkan tiada lagi berpijak tanah
: tenggelam dalam lautan darah

teriak kami menggelegar,
seolah menjadi birahi pelurupeluru yang sursar
kami terkurung dalam lingkaran!
monstermonster lapis baja di tanah kelahiran

dan lihatlah,
seorang perempuan tergeletak beralas darah
nafasnya lemah,
tangisnya tumpah,
berusaha menangkap tangan kanannya yang terpisah
ditempelkannya kembali pada daging yang layu
karena indah baginya terlihat menyatu
agar lebih mudah memberi restu
kepada anaknya yang mati diterjang peluru;
perlahan, wajahnya membiru
sesaat setelah kidungnya merindu
: tuhan, jangan ciptakan perempuanperempuan baru,
agar tak ada lagi bangsa yang membunuh banyak ibu!

Tangerang, Januari 2009

9/03/2009

Selamat Tidur, Sayang

selamat tidur, sayang

kali ini terpaksa guling yang mendamping
dan selimut kesayangan warna coklat jadi penghangat

aku tak pulang
bukan tak sayang
hanya saja diri merasa malu datang
tak bawa uang, cuma rindu sekeranjang

selamat tidur, sayang
jangan lupa panjat doa, meski tak pernah kuajari
rebahkan tubuhmu di samping jejak tidurku

malam ini kau sendiri
bukan karena aku mendua hati
biar tiada lelah aku mencari
penghias meja makan 'tuk esok hari

selamat malam
selamat tidur, sayang
indahlah mimpi
selama 'ku tak di sisi
cerahlah pagi
kala terbangun nanti

    Juli, 2009

9/01/2009

Surat di Meja Demokrasi

dengan segala hormat,

tuantuan berlencana
berkencana mewah dari bavarian
yang selalu menimang ribuan rencana

saya tardjo,
pedagang soto di balik tembok pemisah
di belakang, berdiri rumahrumah mewah
di depan gerobak soto yang hampir terbelah
berdiri juga banyak rumah
ukurannya bervariasi kalau tak salah
kirakira tipe 21 kurangnya lebih dari setengah.

maksud kedatangan surat ini
bukan untuk menghakimi
apalagi memprovokasi!
saya hanya mewakili,
segenap aspirasi
yang berkasnya tak sampai di meja demokrasi

atas perhatiannya, saya ucap terima kasih.

    Tangerang, 2008


Sumber gambar: Gemasastrin Files

8/31/2009

Potret Urban 4

beberapa kumpulan makhluk turunan kedua dalam jenis berbeda
tersesat di antara serakan potret urban belantara
tapi tak bersuara, tak bernyawa

mereka menyisakan tanda dalam skala warna beraneka
goresan luka terendam keringnya kulit dan hasil rambut olahan
yang dipajang tuan dan nyonya sebagai lambang kehebatan

transaksi terus berjalan
perburuan semakin mengedan

apa pasokan kulit kemarin belum cukup mengeyangkan perut?
atau masih kurang sekawanan domba tereksekusi demi eksploitasi?

kebutuhan sandang, katamu: trend, gaya baru!
setelah dikenakan mengapa tak jua menutup aurat? (tanyaku polos)

    Pamulang, 2009

Potret Urban 3

: percakapan semut dengan manusia

M: aku hanya diam, kok kesemutan, sih? (gerutu manusia pada keadaan)
S: aku berlari sana sini tak pernah keorangan! (hahaha)
M: gerangan apa buatnya begitu? (terheran dengan wajah berubah bodoh)
S: sebelum hujan, kami berbondong mengumpul sisasisa guna persediaan
sementara kalian terus saja menghiasi rumah kalian dengan sampah!
M: lalu? (dengan polos menggaruk kepala)
S: saat hujan tiba kami tertawa bahagia, sementara kalian mengeluhkan datangnya banjir!
M: ... hanya diam tak berkata apaapa! ...

    Pamulang, 2009

8/30/2009

Potret Urban 2

masa silam kembali bersalam
menyusup lembut di tengah hingar bingar kota
tangga kasta menjelma jadi peran utama
sewajarnya yang lemah bersimpuh patuh
layaknya rumah kolong jembatan menyembah gedunggedung tinggi

    Muncul, 2009

8/29/2009

Potret Urban 1

kota menjanjikan ada
namun ada tak berikan segala
langit bumi jadi pemberat neraca
hingga primitif merupa sensitif

Muncul, 2009


Sumber gambar: Devian Art

Potret Pulau Antara

aku tak mampu melukis wajahmu
pada kanvas tanah yang memerah akibat genang darah
pula tak sanggup mengukir namamu
di atas bentang air keruh sebab putih yang terbunuh

jemari tanganku melemah tanpa letupan empat lima
karena lelah sudah kugunakan mengusap dada,
menyumbat suara, mengunci telinga dan menutup mata!

    Maret, 2009

Gemuruh Desah Bibir Pantai

pucuk rembulan di puncak malam
jadi saksi bisu gelisah ombak,
di tengah luap dan teriak alpa
rimbun pening pikat
tak terhembus angin rindu ujung pantai
semakin pengap isi otak bercecer sembarang
bersama pasir putih yang terenyuh

gigi pantai dirajam tawa
gelombang air terpasung dosa

pertarungan lidah bersimbah lelah
terengahengah desah penuh gairah
kecup gunung berbongkah mengusap lembut ke bawah
: menarinari, meliukliuk di sisi lembah

di pinggir pantai, basah
baris riak merantai, jengah
saksikan sunah berubah zinah

    Ancol, 2008

8/20/2009

Tak Berpamit

aku pergi
bagai angin membisik kemudian diam

mungkin waktu ini bukanlah tepat
bagi kita mengulang cerita masa lalu
baiklah engkau nikmati dahulu
tawa renyah kawankawan baru yang bernafas anggur itu

maaf jikalau jejakku tiada bertitip pesan
tetapi sekelebat senyum dan tatap
masih berhak kau ingat kembali
meski dalam laju waktu
'ku tak mampu yakinkan langkah
berbalik singgah ke tempatmu,

biarlah geram ini kubawa pulang
kumakan serta tiada bersisa
aku pergi bersama kealpaanku sendiri
: salam,


Sumber gambar: Tor De Vries

8/18/2009

Asa Sebuah Rasa

gerangan apa
entah kenapa
seketika mata berwujud air
cepat mengalir ke dalam hati

          o, inikah romansa
          pada cawan luka yang lama mengering?
          o, betapa kini tetesantetesan rindu
          dengan pasti membasahi retakan hati

dan perlahan rasa mencair jadi genang asa:
andai tak berbuih seperti air laut menggelombang

    Pamulang, 2009

Bendera di Peraduan Musim

bendera kusam di tiang-tiang berkarat
bendera lebam dipatuk musim-musim kesumat
bendera karam dalam jati diri penuh khianat
bendera geram pada teduh yang mengerat

        bendera itu adalah darah tulangku
        bendera itu adalah nnusantaraku

kini tak lagi ada merah yang berani
bukan pula putih yang jadi suci
lemah daya berkibar di tengah kepak janji
rapuh tenaga menaungi bermacam huru-hara

rupa-rupa musim menghantamnya lembut mematikan
tapi tak satu pun lantang bernyanyi:
"siapa berani menurunkan engkau, serentak rakyatmu membela ..."
semua malah sibuk menyusun sajak-sajak kehidupannya sendiri
semua justru menabung harta di brankas perutnya masing-masing

hey ... di sana ibuku menangis kehilangan buah hati
di sini kawanku berpasrah menonton opera sumpah serapah
di mana saudara perempuanku?
merintihkah ia menahan sakit direnggut keperawanannya?

bhineka tunggal ika, konon
kusebut kini beraneka tanggul luka
bijaksana, katamu
kukatakan sekarang bijak sini

        lihatlah benderaku ...
        berdiam diri dikangkangi spanduk-spanduk berjuta produk
        tengoklah kibarannya ...
        tak segagah panji-panji beribu janji

kemanakah pergi nurani hati yang menjelata?
kemanakah lari amanah derita kaum tepian?

benderaku membeku seribu bahasa
namun kusamnya warna sudah cukup menceritakan segala
benderaku melemah terbujur kaku di puncak mega
namun lamban kibarnya menggores purba kisah sang saka

dari kejauhan kudengar ratapannya
menjelajah masuk telinga menusuk raga
kembalikan aku kepada sejatinya musim khatulistiwa
bukan keajaiban tangan dan cemerlangnya fikir manusia
        berikan aku tropis
        bukan dari ganasnya panas eksperimen makhluk global
        berikan aku air,
        bukan hujan buatan dari awan-awan percobaan modern!

8/17/2009

Episode Bambu Runcing

di atas tanah ini,
dalam lembar catatan negeri
: pasukan bambu runcing berani mati;

di kejernihan air,
episode bambu runcing masih mengerlip
kilau emas tinta semangat juang

merahmerah darah mewarnai tanah
putihputih tulang
karangkarang di laut membentang

teriak merdeka atau mati
terhunus senjata atau angkat bambu runcing

allahu'akbar
allahu'akbar
: jiwajiwa korbankan nyawa

allahu'akbar
allahu'akbar,
empat lima kobar merdeka

episode bambu runcing jangan pernah berhenti
episode bambu runcing, berani mati!
episode bambu runcing teladan pertiwi
episode bambu runcing: musti diputar kembali.

      2008-2009

Petikan Syair Malam

kutuliskan kembali
barisan syair yang dipetik malam
manakala mati angin tiada jelas meski sketsa

ah, kali ini hanya mampu mengingat
menandai selusuh potret yang tersirat
kurebut satu di antara acak gemintang
dan membiarkannya mencair
melumuri catatanku yang mengusang

      Tangerang, 2009

8/05/2009

Mbah Surip: Ai Lop Yu Pul

Siapa tak kenal dengan Mbah Surip alias Urip Ariyanto, salah satu ikon rock reagge yang melambung namanya berkat hits "Tak Gendong" itu. Lewat lagu itu pula, beliau seolah ingin "menggendong" kehidupannya (termasuk keluarga) menuju kehidupan yang lebih layak di balik hingar bingar kota Jakarta. Dari seorang yang hidup menggelandang dan tak dilirik orang, sontak menjadi selebritis dengan kekayaan terakhir tercatat Rp. 82 miliar.1

Popularitas Mbah Surip pun mendadak naik di belantika musik negeri menggeser beberapa nama besar macam ST 12, D'Massive dan yang lainnya.

Sejalan beranjaknya nama besarnya, maka banyak pula tawaran silih berganti mendatanginya. Spontan dia menjadi idola baru di kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Namun, faktor kelelahan dan kurangnya istirahat tanpa disadari justru menjadi bumerang. Ketenaran yang baru digapai raib seketika. Ya, kehendak Sang Pencipta berkata lain. Laki-laki yng tengah berada di titik kulminasi popularitas ini dipanggil Sang Pencipta pada hari Selasa (4/8) pukul 10.30 WIB.

"Pengalaman dari artis dan seniman kita, termasuk yang terjadi pada almarhum Mbah Surip, membuktikan, akumulasi antara kelelahan, kurang tidur, banyak mengonsumsi kopi, dan merokok terus-menerus mencetuskan terjadinya gangguan akut pada tubuh, di antaranya serangan jantung yang berakibat fatal,"2

Mbah Surip ibarat meteor. Kita mengenalnya sebagai cahaya yang tiba-tiba melintas di langit industri kopi hiburan, tetapi sekejap mata lenyap ditelan kabut.3

Kini, Mbah Urip Mbah Surip tak sanggup lagi menggendong. Bahkan dirinya "digendong" oleh orang-orang terdekatnya menuju rumah singgahan yang lebih pasti. Penyanyi bergaya Bob Marley yang terkenal dengan 'I Love You Full' ini berencana membuat album Ramadhan tak lama lagi. Dia juga berniat menggandeng Manohara untuk berduet.


Ai Lop Yu Pul
: Mbah Surip

kucintamu sepenuh
seperti kejamnya hidup menggerogoti di langkahan usia
kusayangi sungguhsungguh
sepenuh tuangan kopi di gelasgelas popularitas


ah, kini mimpi telah didapat
meski yang kudapat belum genap didapat

ai lop yu pul
kubagi tawa biar semua tertawa
ai lop yu pul
kunyanyikan lagu biar menari sukasuka

sungguh cinta ini sangatlah utuh
seperti sang mahacinta menyayangku penuh

: di lautnya kini aku berlabuh

    Roy Manu Leveran: Agustus, 2009


Tak gendong ke mana-mana ...
Tak gendong ke mana-mana ...
Selamat jalan, Mbah Surip....
4


Referensi

8/04/2009

Sajak Kopi dan Reagge Tua

: Mbah Surip

ribuan kata dalam hitam kopi
bercampur mesra di lubang bibir gelas mimpi
hitam sepekat harapan lama
meski kini terganti berpadu putih susu

beribu celoteh dan maki
pun sudah kau habiskan dari belasan jenis kopi
yang sebetulnya kau sangatsangat mengerti
pahit itu sama
seperti kehidupanmu di tepian waktu

dalam lagu berirama santai
entah berapa banyak sudah kau teguk mimpimimpi
walau dipaksa rebah tubuh dalam damai
namun hatimu tahu bahwa akhir adalah pasti

: pada cangkircangkir kopi yang belum sempat terhitung itu
telah dituliskan katakata
sebagai perpisahanmu
dari kebingungan nasib kepada rasa punya
dan dari kehidupan kepada siempunya segala punya

   Tangerang, 2009

7/12/2009

Manohara

hey, gadis manis
bertudung campur warna
berselempang emas khatulistiwa
gerang apa tak ada di bumi pertiwi
hingga kau terbang jauh
ke peraduan lewati batas seberang

tak adakah ksatria seribu pulau
yang menancapkan panah amor di hatimu?

hey, candu mata dari timur negeri
meski darah tulang beraduk sedikit biru
atau meski gerbang istana memenjaramu
rindu ibu di tanah hasanuddin masih memberi restu

lalu, mengapa kau menangis?
sekejap sebelum beranjak dewasa
telah kau punguti serak mimpi masa datang
yang kau bilang adalah bahagia
walau sebayamu pasrah dalam antonim bahagiamu

manohara,
gadis bertudung campur warna
gadis berdarah tulang sedikit biru
gadis bahagia dalam kurungan istana

manohara,
siapa tak rindu ke kampung halaman
siapa tak mau digandrung pangeran

      Banten, 2009

7/02/2009

Api Anggun

ada nyala api di ujung mata
diamdiam merambat: menabun secercah rasa
hingga memanggangku di bara rindu.

      Tangerang, 2009

6/20/2009

Rahasia

bila kata tak mampu lagi bersuara
pun santun tak jua mau bercerita

: dan makna akan selalu menjadi tanda tanya!

      Rempoa, Januari 2009

6/13/2009

Catatan pada Sebuah Email

seorang ibu mengadu pada catatan elektronik
tentang pelayanan rumah sehat yang dianggap ’nyakit

sebuah rumah sehat mengadu dalam ruangan tim penyidik
tentang pencemaran seseorang yang dianggap sakit

siapa yang sakit?

    Tangerang, 2009

5/30/2009

Miss

aku kehilangan di dalam rinduku!

    Pamulang, 2009

5/23/2009

Luka Laku

luka
laku
luka kerna laku
laku kena luka!

lakulaku, luka
lukaluka, laku
                             seperti:
demonstran dalam jeruji
penyair pada imaji
politisi dengan janji

ah, luka laku:
luka berlaku
luka yang laku!

Pamulang, 2009

5/15/2009

Mengucap Kata Cinta

'pabila semua menyebut
jatuh cinta adalah hal indah
maka biar pula berulangulang
kuperkatakan dari bibirku

semata hanya sekadar
merasakan keindahannya

dan jika,
tiada kesempatan mengucapnya
biarlah di hati terus kulafalkan
agar kelak tak terbatabata
kusampaikan juga pada
yang lain, sejenismu!

    Mei 2009

5/14/2009

Pijak Batasan

waktu telah sangatsangat tahu
episode cerita yang dimainkan
detakannya amat kenyang menelan
jiwa rapuh yang lupa meragu

ujungujung jari kita
bersama mengukir katakata
setiap kala terlewat tak kasatmata

ah, semakin jauh waktu berlari
namun tak tahu di mana berdiri
pengakuan belum terberi
; sekawanan sibuk mencari

lantas adakah ruang menepi?
sekadar meresapi yang sudahsudah

bila garis memang terlampaui
: berpijak di batas musti disungkah!*)

    Mei, 2009
*) sungkah = memakan habis-habis, benar-benar dilakukan/dihabiskan