berartikah seucap kata?
jika kata menjadi cinta
bahkan ragu berubah rindu
mengebugebu,
mendesir butibutir pasir
di bibir pantai asmara
yang menerjang seperti ombak
tak diduga
tanpa direncana
kemudian,
apa makna yang tersibak?
saat tanya berwujud rasa
mungkin mimpi berharap pasti
mengguncang karang
memandikannya dengan air suci dari lautan
yang membelah awan
dan diteteskan ke bumi
agar tanahtanah meminumnya
untuk menguatkan
rusukrusuk mereka yang hilang
Kamar Tiga, 17 Juli 2008
Browse » Home » Archives for 2008
12/02/2008
Cerita di Balik Prostitusi
seorang wanita
terkulai menghitung peluh
yang mengalir dalam gemuruh birahi
keperkasaan adam yang ditelan
merobek liang harta kekayaan
tak ada yang peduli
gelisah hati pewaris dosa
semua hanya menikmati
menjilati,
mencumbui, dan
membeli dengan nafsu
lelah sudah mengeja butiran keringat
hanya menunggu waktu bersahabat
membasuh diri untuk beristirahat
dan kembali mengingat:
seucap kata tobat
sebelum bumi memendamnya!!!
Jakarta, 2008
terkulai menghitung peluh
yang mengalir dalam gemuruh birahi
keperkasaan adam yang ditelan
merobek liang harta kekayaan
tak ada yang peduli
gelisah hati pewaris dosa
semua hanya menikmati
menjilati,
mencumbui, dan
membeli dengan nafsu
lelah sudah mengeja butiran keringat
hanya menunggu waktu bersahabat
membasuh diri untuk beristirahat
dan kembali mengingat:
seucap kata tobat
sebelum bumi memendamnya!!!
Jakarta, 2008
11/30/2008
Mencari Kata yang Hilang
kujelajahi lelah jalan,
kumasuki ruang mimpi,
kumembalut luka makna,
menatap bintangbintang
yang hilang ditelan malam.
kudendangkan berjuta luka,
yang mengendus di balik syair.
meraba gelap membeku hati
mencari katakata,
yang hilang di puncak malam.
tuhan jadi saksi!
rapuh aku dalam katakata
hilang,
terhempas birahi yang siasia
mengharap di langit
tercurah katakata yang telah sirna:
namun tak kutemui,
hilang katakata;
menggumpal nanah makna.
luka abu nawas muda sembab di bibir malam
terkikis tulangtulang kata dalam nafas yang lelah;
aku bersajak untuk luka
aku berdendang bagi kata
: luka katakata yang hilang.
aku akan setia,
menanti di sini
ujung pena bercerita:
mecari katakata yang hilang.
Kamar Tiga, 7 Juli 2008
kumasuki ruang mimpi,
kumembalut luka makna,
menatap bintangbintang
yang hilang ditelan malam.
kudendangkan berjuta luka,
yang mengendus di balik syair.
meraba gelap membeku hati
mencari katakata,
yang hilang di puncak malam.
tuhan jadi saksi!
rapuh aku dalam katakata
hilang,
terhempas birahi yang siasia
mengharap di langit
tercurah katakata yang telah sirna:
namun tak kutemui,
hilang katakata;
menggumpal nanah makna.
luka abu nawas muda sembab di bibir malam
terkikis tulangtulang kata dalam nafas yang lelah;
aku bersajak untuk luka
aku berdendang bagi kata
: luka katakata yang hilang.
aku akan setia,
menanti di sini
ujung pena bercerita:
mecari katakata yang hilang.
Kamar Tiga, 7 Juli 2008
9/21/2008
Bara Kamar Tiga
badanku gemetar.
tak sanggup menahan lelah
mungkin esok aku terkapar
dalam sakit yang parah
hausku tak terminum malam
laparku tak termakan pagi
hanya sahabat bersanding
tertawa mendapat ilmu
tidurku gelisah
kamar tiga begitu panas
meletup,
menyulut,
membakar hati.
sakitku bukan hayat
yang menjadikan mayat
namun, sakit ini menjerat
melumat hati yang tersayat
Pamulang, Juli 2008
tak sanggup menahan lelah
mungkin esok aku terkapar
dalam sakit yang parah
hausku tak terminum malam
laparku tak termakan pagi
hanya sahabat bersanding
tertawa mendapat ilmu
tidurku gelisah
kamar tiga begitu panas
meletup,
menyulut,
membakar hati.
sakitku bukan hayat
yang menjadikan mayat
namun, sakit ini menjerat
melumat hati yang tersayat
Pamulang, Juli 2008
8/10/2008
Ku(Terima Kasih)Mu
: tangerang tribun
deru rodaroda waktu berkejaran,
menjemput bulanbulan
dari persinggahan harihari
melalui mingguminggu
: dalam usia tak pasti
pekanpekan indah terlewati,
kau beri aku ruang bercerita
dalam sulaman kisah tak bersuara
: kutitipkan pesan hati yang tersembunyi
di balik jahitan katakata
"aku tak pernah mengeluh!"
kau tak usah berpeluh
tak banyak kata menggambarkan keibaanmu
pada coretancoretanku yang lusuh
: kuterima kasihmu,
dengan ucapan terima kasih
dari bibir kelu yang membisik hati
deru rodaroda waktu berkejaran,
menjemput bulanbulan
dari persinggahan harihari
melalui mingguminggu
: dalam usia tak pasti
pekanpekan indah terlewati,
kau beri aku ruang bercerita
dalam sulaman kisah tak bersuara
: kutitipkan pesan hati yang tersembunyi
di balik jahitan katakata
"aku tak pernah mengeluh!"
kau tak usah berpeluh
tak banyak kata menggambarkan keibaanmu
pada coretancoretanku yang lusuh
: kuterima kasihmu,
dengan ucapan terima kasih
dari bibir kelu yang membisik hati
8/04/2008
Temu Penyair 2
kumasuki gerbang kota lama
yang jauh dari hangar bingar
senyum keluarga dusun memandu langkah,
diiring aliran tenang sungai penghidupan,
hamparan hijau sawah membentang
sepanjang jalan dihujani panas
: aku mencari jejakjejak pena
yang selama ini menyeretku dengan gores tinta
dan, aku menemukan
menjadikannya euphoria hati
dan kuabadikan
dalam potret tarian kata
Pamulang, 3 Agustus 2008
Dalam acara peresmian KSI Tangerang, di Pakuhaji, dan Galuh AS, sempat membawakan musikalisasi puisi dari puisi yang berjudul:
Mencari Kata yang Hilang
yang jauh dari hangar bingar
senyum keluarga dusun memandu langkah,
diiring aliran tenang sungai penghidupan,
hamparan hijau sawah membentang
sepanjang jalan dihujani panas
: aku mencari jejakjejak pena
yang selama ini menyeretku dengan gores tinta
dan, aku menemukan
menjadikannya euphoria hati
dan kuabadikan
dalam potret tarian kata
Pamulang, 3 Agustus 2008
Mencari Kata yang Hilang
Temu Penyair 1
sepanjang jalan selatan menuju timur
kutembus tanpa kompas penunjuk arah
menelusuri jalanjalan lama
menemui jalan baru setapak kaki
kutinggalkan jejakjejak itu
bersama tetesan embun keringat langkah
pada jalan berbatu pinggir kota
untuk menemukan tapak para pujangga
sekadar menatap wajah,
sekadar membujuk gairah
pakuhaji jadi syair kenangan
lantunan kota lama pijakanku
: namun bukan sekarang!
biar langit menentukan
rancangan segala impian
Pakuhaji, 3 Agustus 2008
Di sela-sela acara peresmian KSI Tangerang yang hadir saat itu:
Ahmadun Yosi Herfanda, Wowok Hesty Prabowo, Diah Hadaning, Viddy A. Daery, Gito Waluyo, Khusnul Khuluqi, Eva, , Galuh AS dan Teteng Jumara
kutembus tanpa kompas penunjuk arah
menelusuri jalanjalan lama
menemui jalan baru setapak kaki
kutinggalkan jejakjejak itu
bersama tetesan embun keringat langkah
pada jalan berbatu pinggir kota
untuk menemukan tapak para pujangga
sekadar menatap wajah,
sekadar membujuk gairah
pakuhaji jadi syair kenangan
lantunan kota lama pijakanku
: namun bukan sekarang!
biar langit menentukan
rancangan segala impian
Pakuhaji, 3 Agustus 2008
Ahmadun Yosi Herfanda, Wowok Hesty Prabowo, Diah Hadaning, Viddy A. Daery, Gito Waluyo, Khusnul Khuluqi, Eva, , Galuh AS dan Teteng Jumara
7/23/2008
Penjara Langit
ketika semua penantian berujung
mengakhiri lembarlembar setiap perjalanan
menutup jutaan mata pada apa yang dimiliki
meninggalkan kembara sementara
menuju kelana kekal
ketika israfil dipaksa meniup terompet penghabisan
menyambut api dari jiwajiwa yang gelisah
mengangkat manusia dari liang segudang tanya
menuju tempat akhir bagi yang
terlambat mengucap ampun: penjara langit.
kamarkamar kosong akan terisi teriakan
diselingi bau anyir merayaprayap
menusuk penciuman
darah menangis, tulang terkikis
terulang dan berulangulang
tanpa henti
penjaga kamar dalam wajah tak dikenal
tutup telinga pada jeritanjeritan yang memaksa
mata tercungkil, hati tersayat
terulang dan berulangulang
tanpa akhir
diulangi dan mengulangulang
tanpa ampun
: semesta berpeluh
meja hijau akhir zaman
gemuruh badai
menyeret titiktitik dosa
penjara langit menanti
episode baru penghukuman!
Tangerang, 2008
mengakhiri lembarlembar setiap perjalanan
menutup jutaan mata pada apa yang dimiliki
meninggalkan kembara sementara
menuju kelana kekal
ketika israfil dipaksa meniup terompet penghabisan
menyambut api dari jiwajiwa yang gelisah
mengangkat manusia dari liang segudang tanya
menuju tempat akhir bagi yang
terlambat mengucap ampun: penjara langit.
kamarkamar kosong akan terisi teriakan
diselingi bau anyir merayaprayap
menusuk penciuman
darah menangis, tulang terkikis
terulang dan berulangulang
tanpa henti
penjaga kamar dalam wajah tak dikenal
tutup telinga pada jeritanjeritan yang memaksa
mata tercungkil, hati tersayat
terulang dan berulangulang
tanpa akhir
diulangi dan mengulangulang
tanpa ampun
: semesta berpeluh
meja hijau akhir zaman
gemuruh badai
menyeret titiktitik dosa
penjara langit menanti
episode baru penghukuman!
Tangerang, 2008
Langganan:
Komentar (Atom)
